Bagaimana Teknologi Memanfaatkan Kelemahan Manusia?

Bagaimana Teknologi Memanfaatkan Kelemahan Manusia?

ostg – ( Kita memanglah) merancang supaya( Facebook) mengutip banyak waktu milikmu,” papar Sean Parker, pendiri Napster sekalian co- founder Facebook. Facebook tidak sendiri. Hampir masing- masing produk teknologi, saat ini dirancang buat selalu mengutip banyak waktu konsumennya. Beliau masuk lewat beragam bentuk pemberitahuan. Misalnya, dengan antaran semacam:“ In case you missed Pinot W. Ichwandardis Tweet”,“ Kumpulin stempel berhadiah ayo. Lumayan beri uang Grab gunakan saldo OVO- mu” ataupun yang sangat sering, nama seorang dalam kontakmu timbul lengkap dengan nukilan pesan yang beliau kirim serta logo WhatsApp. Betul, pemberitahuan merupakan salah satu konsep yang menuntut orang lalu menghabiskan waktu dengan teknologi.

Bagaimana Teknologi Memanfaatkan Kelemahan Manusia – Di Amerika Serikat, seorang pada umumnya menerima 45, 9 notifikasi tiap hari. Serangan notifikasi ternyata menimbulkan dampak yang tidak baik. Bagi paper berjudul“ NotiMind: Utilizing Responses to Smartphone Notifications as Affective Sensors”( 2017) oleh Eiman Kanjo dari Nottingham Trent University, pemberitahuan bisa menimbulkan perasaan negatif, semacam rasa kesal, gugup, khawatir, serta malu. Fitur pemberitahuan pertama kali timbul pada 2003 pada smartphone buatan Research In Motion( RIM) ataupun BlackBerry dalam wujud push email. Sistem pemberitahuan pada BlackBerry itu, memungkinkan konsumen tidak butuh sering- sering masuk ke inbox email. Pengguna cuma butuh memandang pemberitahuan yang timbul, apakah layak buat ditindaklanjuti ataupun kebalikannya. Sekitar 6 tahun berjarak, persisnya pada 2009, Apple meluncurkan sistem notifikasi perangkat mereka bernama Apple Push Notification Service. Pada 2010 Google meluncurkan fitur seragam bernama Google Cloud to Device Messaging yang mengalami penyempurnaan jadi Google Cloud Messaging di 2012.

Bagaimana Teknologi Memanfaatkan Kelemahan Manusia

Bagaimana Teknologi Memanfaatkan Kelemahan Manusia?

Sayangnya, fitur yang awal mulanya dikeluarkan buat mempermudah konsumen, malah jadi perlengkapan yang menimbulkan kecanduan. Vox, dalam laporannya mengatakan, pemberitahuan yang dikemas dengan ciri bulat merah berbentuk nilai yang terdapat di pojok kiri logo suatu aplikasi, sebagai metode supaya konsumen kecanduan ataupun penasaran. Industri internet, memanfaatkan fitur ini. Pemberitahuan cumalah satu dari demikian banyak produk teknologi yang lalu menerus dieksploitasi, dengan menggunakan kelemahan orang. Secara biasa, Tristan Harris, dalam presentasinya berjudul“ A Call to Minimize Distraction and Respect Users Attention” mengatakan kalau teknologi hari ini, yang termaktub dalam bermacam aplikasi, terbuat dengan memanfaatkan kelemahan orang.

Pertama, bagi Harris, kelemahan orang itu ialah“ bad forecasting” nama lain kegagalan orang dalam melaksanakan prediksi atas tahap yang diambilnya. Dalam permasalahan Facebook, misalnya. Ketika seorang teman men- tag ataupun menandai gambar yang diunggahnya tersambung dengan kita, Facebook mengirim pemberitahuan:“ see photo or got to notification”. Dalam faktanya, Facebook sebetulnya mau sang konsumen” menambah 20 menit di Facebook ataupun janganlah klik pengaturan pemberitahuan”. Begitu pula ketika tombol“ share this article” pada Facebook muncul. Otak orang memperhitungkan kalau tindakan itu hingga buat menyebarkan informasi. Tetapi, Facebook ataupun industri teknologi yang mempunyai fitur semacam sesungguhnya mau” membuat 26 teman Kamu di Facebook menghabiskan waktu 10 menit di program”.

Kedua,” intermittent variable rewards”. Kerjanya semacam ini: di banyak aplikasi, pencipta biasanya menempatkan tombol” refresh”. Tombol itu sebetulnya tidak sekadar membuat aplikasi menerima pembaruan, misalnya, menyajikan informasi sangat baru. Tombol itu pula berperan mempermainkan otak orang pertanyaan peruntungan. Otak sesungguhnya mau kejutan kala tombol“ refresh” ditekan. Ini mirip semacam mainan slot machine yang ada di kasino. Ketiga, kelemahan lain yang ditekan habis- habisan supaya orang terkena candu teknologi yakni“ loss- aversion” ataupun ketakutan tertinggal informasi terbaru.

Baca Juga : Apa dampak positif dan negatif dari teknologi informasi dan komunikasi?

Dikala mengakses Youtube, Instagram, Facebook, Twitter, serta bermacam alat sosial yang lain, pada pokok kita mau ketahui mengenai kemajuan terbaru. Apa informasi yang hangat saat ini, gimana berita teman- teman kita, serta lain serupanya. Satu hari tidak mengakses saja, kita akan merasa amat tertinggal informasi. Keempat, kelemahan yang berhasil dieksploitasi yakni kenyataan kalau otak orang merespons berbeda ketika diharuskan mengambil keputusan dengan cara cepat versus lelet nama lain” fast versus slow thinking”. Google, Facebook, Twitter, pula Apple, mau kita berpikir cepat.

Dalam memanfaatkan kelemahan orang itu, perusahaan teknologi memakai metode bernama Persuasive Technology Design. Raian Ali, Associate Professor dari Bournemouth University, pada tulisannya di World Economic Forum, berkata metode ini tercatat dalam Scarcity( membuat teknologi seolah sangat jarang/ terbatas), social proof( berikan khayalan mengenai akibat teknologi), serta personalisation. Daniel Berdichevsky, dalam“ Toward an Ethics of Persuasive Technology” mengatakan kalau sesungguhnya metode persuasif tidak ujug- ujug mampu memanipulasi ataupun mempengaruhi orang. Terkadang berhasil timbul tanpa kesengajaan. Misalnya, ketika mobil serta jalan raya lahir. Awal mulanya, itu dicipta buat membuat mobilitas jadi gampang. Tetapi, dampak lain timbul: muncul kalangan yang jarak rumah serta kantornya amat jauh alias kaum komuter. Adolf Hitler juga pernah menyebarkan propagandanya buat melaksanakan genosida serta menghasilkan tatanan masyarakat baru melalui megaphone. Bila diamati lebih dalam, Hitler- lah aktor persuasifnya, bukan teknologi bernama megaphone itu.

The Social Dilemma, film dokumenter Netflix yang disutradarai Jeff Orslowski, menjelaskan pada kita seluruh gimana metode kegiatan serta akibat mengkhawatirkan artificial intelligence dalam versi media sosial yang telah begitu akrab dengan kehidupan orang modern. Bahaya media sosial untuk jiwa orang yang dibilang para ahli serta para kreatornya sendiri, mereka pula korban dari hasil yang diciptakannya. Artificial intelligence telah mengendalikan dunia saat ini. Algoritma yang selalu mencari perangkap yang amat kuat. Kita frustrasi sebab seolah- olah tersesat dibikinnya. Facebook, Snapchat, Twitter, Instagram, YouTube. Perlengkapan ini sudah menghasilkan hal- hal indah di dunia, mempertemukan keluarga hilang, menciptakan donor organ, serta banyak perihal luar biasa.

Baca Juga : Manfaat dari Penggunaan TIK di Bidang Perbankan

Bukan sekadar perlengkapan, media sosial merupakan bisnis yang mencari perhatian orang. Beliau menuntut, merayu, memanipulasi, serta membutuhkan. Lalu menggali lebih dalam ke batang otak. Memanfaatkan kelemahan dalam psikologi orang. Seluruh yang dilakukan orang di media sosial diawasi, dilacak, diukur, serta direkam dengan hati- hati. Kita konsumen yang naif, metode alat- alat itu dipakai tidak sesuai dengan impian kita. Contoh sangat menyedihkan merupakan menyesuaikan hidup kita mengikuti pemikiran keutuhan. Itu amat buruk. Kesehatan psikologis serta pemakaian media sosial membuat candu serta mengganti metode pikir, metode tindakan, progresnya perlahan tanpa diketahui.

Kita sudah berganti dari era informasi jadi era disinformasi.” Rasanya dunia telah gila” kata Tristan Haris, mantan design etick Google.” Terdapat momen lebih awal saat teknologi mengalahkan kelemahan orang, bersumber pada kecanduan, polarisasi, radikalisasi, mengakibatkan amarah, keangkuhan, seluruhnya. Ini mengalahkan kemanusiaan” lanjut Tristan. Betul kita konsumen media sosial merupakan objek serta produk yang lalu dimanipulasi serta dieksploitasi. Butuh upaya fokus biar tidak terus menjadi terjerembab.